Nak cari ape..??

Rabu, 13 Januari 2016

Hunusan Pedang Tak Bermata

Lazimnya malam minggu diujung bulan desa kecil, ABG hingga dewasa tanggung keluar dari gua beruangnya. Teresa hanya menghabiskan satnitenya bersama Vito dan Arman diruangan kedap suara, yang terdengar hanya suara jari menari diatas keypad dan tawa garing diantara mereka bertiga, terkadang lelucon Vito mencairkan suasana yang hampir beku mendingin, hingga akhirnya mereka bercerita ngalor-ngidul tak berujung. Dan saking keasyikan bercanda Vitohampir tak menyadari perubahan sikap dratis yang ia ungkapkan ke Teresa, hal itu membuat Tere mati gerak.

Kedekatan tubuh Vito dengan Tere hanya sebatas 0,000001 cm, kulit pipi mereka saling bersentuhan tanpa ada perantara, sekejap suhu tubuhnya berubah panas dingin. Teresa tak yakin apakah Vito menyadari perubahan yang terjadi? dalam hati, sungguh ia berharap air mukannya yang merah padam tak menjadi objek sorot pandang Vito dan persendian tubuhnya yang berubah tegang tidak terdeteksi. Diam-diam, ia melirik Vito yang berada disamping kanannya. Mencari sesuatu, mencari semacam petunjuk entah apa.Ia sendiri tidak mengerti. Tahu-tahu Vito meliriknya balik. Cepat-cepatTere membuang muka kesembarang arah, menemukan mesin ice bubble sebagai objek perhatian baru yang lebih aman.

“Mau bubble, Re?” Vito bertanya.

Tere tak tahu harus menjawab apa, ia merasa tak punya pilihan lain, selain mengangguk.

“Man, lo juga mau bubble? Gua mau beli bubble dulu bareng Tere, lu tunggu sini.
“Sip” jawab arman.
“Yuk,” Vito berujar ringan pada Tere, lalu menggandeng tangannya.

Tere melaju dengan kecepatan 40 KM/jam menggunakan sepeda motor berwarna pink, melalui pejalan kaki dikanan-kiri, menyusuri jalan licin, akibat gerimis senja tadi. Dalam hitungan menit Tere sampai ditempat biasa mereka berkumpul.

“Tujuh kurang lima menit, ok pintu gerbang masih tersedia buat non Tere” ucap pak Kasdim membuka sedikit pintu yang hampir ditutup, pukul tujuh pas."
“Makasih pak, baik deh. Saya masuk ya, pak” senyum Tere ramah.
“Re, Teresa Karmachelon.” teriak gadis diujung meja hidangan.
“Hey, Natsya Ami kan? apa kabar? Yah ampun lama banget kita gak ketemu”Timpal Tere. Mereka cepika-cepiki tanpa menghiraukan suasana yang sedang berlangsung.
“Anyway, sekarang lu udah gak Jomblo kan, Re?”

Tere senyum kecut, “Gak ada yang berubah dari gua, Mi, gue masih Teresa Karmachelon yang dulu lu kenal, peringkat 1 Jomblo se-SMA”
“Masa? Kenapa sih Re, lu masih gak bisa move on dari dia?”
“Entahlah Mi, gua juga gak tau. Yah selama gua masih nyaman hidup seperti ini, kenapa enggak?”
“Yah gak gitu juga kali Re, lu mau jadi perawan tua selama hidup lu?”
“Maybe.”

Setelah lima jam mereka melepas kerinduan, Tere baru menyadari, bahwa sedari tadi ia tidak melihat Vito disekelilingnya.
“Mi, lu liat Vito gak?”
“Oh iya yah, Vito kok gak kelihatan dari tadi, coba lu call dia.”
“Gak diangkat Mi, coba gua call Arman siapa tau dia lagi bareng sama Vito”
“Man, lu lagi dimana? kok dari tadi gua gak ngelihat kalian berdua?”
“Eh, sorry Re, gua gak bisa datang, kalau soal Vito gue gak tau, mungkin dia lagi jalan sama tamu agungnya.”
“Tamu agung? Maksud?”
“Mantanya, Prily. Tadi siang dia datang nemuin Vito. Kayaknya sih lagi candle light dinner gitu deh.”
“Ouh, ok thanks ya.”

Letupan dalam hati Tere mendadak seperti disiram air dingin. Padam. Airmukanya berubah seketika, hatinya seakan tersayat-sayat mendengar kabartersebut, seharusnya ia bahagia karena keinginan Vito selama ini tercapai. Tapi entah mengapa air mata seakan tak sanggup untuk ia bendung, setetes air menetes pelan dari pelupuk matanya.
“Re, are you okey?”
Tere hanya tersenyum, lalu lari keluar meninggalkan Ami.
“Re, mau kemana?” Ami berusaha mengejar Tere.

Tere cabut dari mini house menuju rumah. Dalam perjalanan tak henti-hentinya menangis, ia tak memperdulikan orang disekitar yang melihat derai airmatanya, dalam hatinya hanya ada rasa kecewa dan pedih yang luar biasa.

****

Diatas springbed merah, Tere merebahkan tubuh mungilnya, melepaskan semua amarah dalam hatinya, telentang menghadap langit-langit kamar dengan pikiran yang terus berputar dan hati teraduk-aduk. Malam ini ia sangat tak bisa menahan derai airmata. Ia tak mengerti mengapa ia begitu sakit mendengar Vito bersama Prily dalam hatinya ia bertanya-tanya, kenapa gua harus nangis, kenapa hati ini sakit, mendengar lu bahagia? Teresa memejamkan mata, mengingat setiap inci kebersamaan mereka selama ini, ingatannya pun kembali mundur kedetik-detik kenangan, kembali ia rasakan kebahagian yang tiada terkira, malam itu seluruh pertanyaan yang selama ini dipendam, ia lampiaskan bersama malam, nyamuk-nyamuk putus asa, detik dan jam. Fajar mulai menyingsing diufuk timur, pagi telah tiba.

T-E-R-E

Suara yang khas dengan nada ceria yang ia kenal. Derap langkah setengahberlari yang khas. Namun, entah kenapa, kali ini ia agak enggan menoleh kebelakang. Ditariknya napas dalam-dalam sebelum akhirnya membalikan punggung.

“Hai, Vit.” Tere mengulas senyum seadanya.
“Hai Re, gimana acara reunian semalam seru kan? sorry yah gua gak bisa gabung, soalnya ada acara mendadak. Katanya sampai larut pagi yah?"
“Oh, ya udah gak apa-apa, lagi juga Arman juga gak gabung. Acara semalam seru kok, Cuma boring aja gak ada lu."
“Oh begito, eh btw kekantin yuk?”
“Sorry vit, gua lagi banyak tugas, trus juga lagi unmood.”
“Ok, no problem. Tadinya gua mau kasih kabar bahagia, kan gak enak kalau ngobrol disini. Eh tapi elunya gak bisa, ya udalah lain kali aja.”
“Tentang?”
“Gua sama Prily lanjut lagi. Jadi mimpi gua selama ini udah jadi kenyataan.” Vito tersenyum bahagia.
“Wow, congrat yah, gua juga ikut bahagia.”
“Gua Cuma bisa bilang thanks ke elu. Selama ini elu selalu ada buat gua, dan cuma elu yang bisa membuat gua setegar ini.”
“Urwell. Semoga kalian lanjut hingga kejenjang berikutnya yah” Tere tersenyum kecut, menahan sesak napasnya mendengar kata-kata Vito yang mencabik-cabik hatinya.
“Re, lu baik-baik aja kan?” Vito tersenyum lebar.
“I’m fine Vito.”
“OK, gua cabut yah. Kalau lu gak bisa sekarang, lain kali juga engga apa-apa, baik-baik yah kecil.”

Tak lama kemudian Vito berjalan pergi meninggalkannya, dan Tere berdiri ditempatnya, kepergian Vito seolah menyulapnya menjadi patung. Ia Cuma bisa merasakan aroma tubuhnya yang masih belum berlalu, air liurnya tertelan seperti bola bakso yang tak sempat terkunyah. Ia tak tahu harusbersikap bagaimana lagi, hatinya sudah terlanjur terkunci kembali setelah apa yang Vito perlakukan kedirinya kini harus berakhir dengan sesuatu yang menyakitkan.

Awalnya ia mulai menggantungkan harapan tingginya pada Vito, yang selama ini telah mengubah pikiran negatifnya tentang cowok. Namun sekarang ia harus menerima hal pahit untuk kedua kalinya. Kini ia harus mampu melupakan seorang baru yang merupakan senjata ampuh melupakan seorang dimasa lalu. Dalam hati ia berkata, kamu mengajarkanku mengepakkan sayap, tapi kenapa kamu juga yang mematahkan sayap-sayapku? Tahukah kamu Karena menyembunyikan sama sulitnya dengan memaksa melupakan. Salahku, yang menganggap perlakuanmu adalah cinta. Salahku, yang mengira perhatianmu adalah wujud nyata kau suka. Ternyata aku salah. Kita berbeda. Sampai kapan aku bisa bertahan mencintaimu dalam diam?

Baginya semua hal yang telah terjadi berakhir bagai hunusan tak bermata.

**** TAMAT ****

Karangan:
Yemima Christiani
http://cerpenmu.com/cerpen-persahabatan/hunusan-pedang-tak-bermata.html

0 komentar:

Pos Populer

Arsip Blog

Diberdayakan oleh Blogger.