Nak cari ape..??

Rabu, 28 Oktober 2015

Si Lancang (Cerita Rakyat Kampar, Riau)



Pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang wanita miskin dan anak lelaki satu-satunya yang bernama Si Lancang. Mereka berdua tinggal disebuah gubuk reot disebuah negeri bernama Kampar. Ayah Si Lancang sudah lama meninggal dunia. Emak SiLancang berkerja menggarap ladang orang lain. Sedangkan Si Lancang mengembalakan ternak milik tetangganya.

Suatu hari Si Lancang meminta izin emaknya untuk pergi merantau kenegeri orang.  Dia ingin bekerja dan ingin mengumpulkan uang agar kelak menjadi orang kaya. Walaupun sedih, akhirnya emak Si Lancang mengizinkan anaknya pergi. “Baiklah, Si Lancang. Kau boleh merantau, tetapi jangan lupakan emakmu. Jika nanti kau sudah menjadi orang kaya, segeralah pulang.” Kata emak Si Lancang. “Jangan khawatir, mak. Si Lancang tidak akan melupakan emak disini.” Jawab Si Lancang. Keesokan harinya, Si Lancang pergi meninggalkan kampung halamannya.

Setelah bertahun-tahun merantau dinegeri orang, akhirnya Si Lancang menjadi seorang pedagang kaya. Ia mempunyai berpuluh-puluh kapal dan ratusan anak buah. Istri-istrinya pun cantik-cantik dan semua berasal dari keluarga yang kaya pula. Sementara itu, nun jauh kampung halamannya, emak Si Lancang hidup miskin seorang diri.

Suatu hari Si Lancang bekata kepada istri-istrinya bahwa dia akan mengajak mereka berlayar ke Andalas. Istri-istrinya sangat senang. Mereka lalu meminta segala macam perbekalan, mulai dari makanan hingga alat musik untuk berpesta diatas kapal. Si Lancang mengabulkan permintaan istri-istrinya tersebut.

Sejak berangkat dari pelabuhan, seluruh penumpang kapal Si Lancang berpesta pora. Mereka bermain musik, bernyanyi, dan menari disepanjang pelayaran. Hingga akhirnya kapal Si Lancang yang sangat megah merapat disungai Kampar, kampung halaman Si Lancang. “Hai….! Kita sudah sampai…..!” Teriak seorang anak buah kapal.

Penduduk disekitar Sungai Kampar berdatangan melihat kapal megah Si Lancang. Rupanya sebagian dari mereka masih mengenal wajah Si Lancang. “Wah, Si Lancang rupanya! Dia sudah jadi orang kaya.” Kata guru mengaji Si Lancang. “Megah sekali kapalnya. Syukurlah kalau dia masih ingat kampung halamannya ini. ” Kata teman SiLancang sewaktu kecil. Dia lalu memberitahukan kedatangan Si Lancang kepada emak Si Lancang yang sedang terbaring sakit digubuknya.

Betapa senangnya emak Si Lancang saat mendengar kabar anaknya datang. “Oh, akhirnya Si Lancang pulang juga.” Serunya dengan gembira. Dia bergegas bangkit dari tidurnya, tak peduli meski sedang sakit. Dengan pakaian  yang sudah compang-camping, emak Si Lancang berjalan tertatih-tatih untuk menyambut kedatangan anaknya dipelabuhan.

Sesampainya dipelabuhan, emak Si Lancang hampir tidak percaya melihat kemegahan kapal anaknya. Dia tidak sabar lagi ingin berjumpa dengan anak satu-satunya itu. Saat hendak naik kapal, anak buah Si Lancang menghalanginya. “Perempuan jelek! Jangan coba-coba naik kekapal ini. Pergi dari sini!” Usir seorang anak buah Si Lancang. “Tapi, aku adalah emak Si Lancang.” Jelas emak Si Lancang.

Tiba-tiba Si Lancang muncul dan berkata, “Bohong! Dia bukan emakku. Usir dia dari kapalku.” Teriak Si Lancang yang berdiri disamping  istri-istrinya. Rupanya dia malu jika istri-istrinya mengetahui bahwa wanita tua dan miskin itu adalah emaknya. “Oh Si Lancang, anakku! Emak sangat merindukanmu, nak….” Rintih emak Si Lancang. “Usirperempuan gila itu dari kapalku.” Teriak Si Lancang. Anak buah Si Lancang mengusir emak Si Lancang dengan kasar. Dia didorong hingga terjerembab. Dengan hati yang sedih, emak Si Lancang pulang kegubuknya. Disepanjang jalan dia menangis. Dia tidak menyangka anaknya akan tega berbuat seperti itukepadanya.

Sesampainya dirumah, emak Si Lancang mengambil lesung dan nyiru pusaka. Dia memutar-mutar lesung itu dan mengipasinya dengan nyiru pusaka sambil berkata, “Ya Tuhanku, Si Lancang telah aku lahirkan dan aku besarkan dengan air susuku. Namun setelah menjadi orang kaya, dia tidak mengakui diriku sebagai emaknya. Ya Tuhanku, tunjukkan kepadanya kekuasaan-Mu!”

Tiba-tiba turun hujan yang sangat lebat. Petir menggelegar menyambar kapal Si Lancang. Gelombang Sungai Kampar menghantam kapal Si Lancang hingga hancur berkeping-keping. Semua orang diatas kapal megah itu berteriak kebingungan, sementara penduduk kampung berlarian menjauhi sungai. “Emaaaak…. Si Lancang anakmu pulang. Maafkan aku, maaaaak!” Terdengar sayup-sayup teriakan Si Lancang ditengah topan dan badai. Akhirnya Si Lancang tenggelam bersama kapalnya yang megah.

Barang-barangyang ada dikapal Si Lancang berhamburan dihempas badai. Kain sutra yang dibawa SiLancang dalam kapalnya melayang-layang. Kain itu lalu berlipat dan bertumpuk menjadi Negeri Lipat Kain yang terletak di Kampar Kiri. Sebuah gong terlempar dan jatuh didekat gubuk emak Si Lancang di Air Tiris, menjadi Sungai Ogong yang terletak di Kampar Kanan.

Sebuah tembikar pecah dan melayang menjadi Pasubilah yang letaknya berdekatan dengan Danau Si Lancang. Di danau itulah tiang bendera kapal Si Lancang tegak tersisa. Bila sekali waktu tiang bendera itu tampak muncul kepermukaan danau, maka pertanda akan terjadi banjir di Sungai Kampar. Banjir itulah air mata Si Lancang yang menyesali perbuatannya yang durhaka kepada emaknya.

0 komentar:

Pos Populer

Diberdayakan oleh Blogger.