Pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang wanita miskin
dan anak lelaki satu-satunya yang bernama Si Lancang. Mereka berdua tinggal
disebuah gubuk reot disebuah negeri bernama Kampar. Ayah Si Lancang sudah lama
meninggal dunia. Emak SiLancang berkerja menggarap ladang orang lain. Sedangkan
Si Lancang mengembalakan ternak milik tetangganya.
Suatu hari Si Lancang meminta izin emaknya untuk pergi
merantau kenegeri orang. Dia ingin bekerja dan ingin mengumpulkan uang
agar kelak menjadi orang kaya. Walaupun sedih, akhirnya emak Si Lancang
mengizinkan anaknya pergi. “Baiklah, Si Lancang. Kau boleh merantau, tetapi
jangan lupakan emakmu. Jika nanti kau sudah menjadi orang kaya, segeralah
pulang.” Kata emak Si Lancang. “Jangan khawatir, mak. Si Lancang tidak akan
melupakan emak disini.” Jawab Si Lancang. Keesokan harinya, Si Lancang pergi
meninggalkan kampung halamannya.
Setelah bertahun-tahun merantau dinegeri orang,
akhirnya Si Lancang menjadi seorang pedagang kaya. Ia mempunyai berpuluh-puluh
kapal dan ratusan anak buah. Istri-istrinya pun cantik-cantik dan semua berasal
dari keluarga yang kaya pula. Sementara itu, nun jauh kampung halamannya, emak
Si Lancang hidup miskin seorang diri.
Suatu hari Si Lancang bekata kepada istri-istrinya
bahwa dia akan mengajak mereka berlayar ke Andalas. Istri-istrinya sangat
senang. Mereka lalu meminta segala macam perbekalan, mulai dari makanan hingga
alat musik untuk berpesta diatas kapal. Si Lancang mengabulkan permintaan istri-istrinya
tersebut.
Sejak berangkat dari pelabuhan, seluruh penumpang
kapal Si Lancang berpesta pora. Mereka bermain musik, bernyanyi, dan menari
disepanjang pelayaran. Hingga akhirnya kapal Si Lancang yang sangat megah
merapat disungai Kampar, kampung halaman Si Lancang. “Hai….! Kita sudah
sampai…..!” Teriak seorang anak buah kapal.
Penduduk disekitar Sungai Kampar berdatangan melihat
kapal megah Si Lancang. Rupanya sebagian dari mereka masih mengenal wajah Si
Lancang. “Wah, Si Lancang rupanya! Dia sudah jadi orang kaya.” Kata guru
mengaji Si Lancang. “Megah sekali kapalnya. Syukurlah kalau dia masih ingat
kampung halamannya ini. ” Kata teman SiLancang sewaktu kecil. Dia lalu
memberitahukan kedatangan Si Lancang kepada emak Si Lancang yang sedang terbaring
sakit digubuknya.
Betapa senangnya emak Si Lancang saat mendengar kabar
anaknya datang. “Oh, akhirnya Si Lancang pulang juga.” Serunya dengan gembira.
Dia bergegas bangkit dari tidurnya, tak peduli meski sedang sakit. Dengan
pakaian yang sudah compang-camping, emak Si Lancang berjalan
tertatih-tatih untuk menyambut kedatangan anaknya dipelabuhan.
Sesampainya dipelabuhan, emak Si Lancang hampir tidak
percaya melihat kemegahan kapal anaknya. Dia tidak sabar lagi ingin berjumpa
dengan anak satu-satunya itu. Saat hendak naik kapal, anak buah Si Lancang
menghalanginya. “Perempuan jelek! Jangan coba-coba naik kekapal ini. Pergi dari
sini!” Usir seorang anak buah Si Lancang. “Tapi, aku adalah emak Si Lancang.”
Jelas emak Si Lancang.
Tiba-tiba Si Lancang muncul dan berkata, “Bohong! Dia
bukan emakku. Usir dia dari kapalku.” Teriak Si Lancang yang berdiri
disamping istri-istrinya. Rupanya dia malu jika istri-istrinya mengetahui
bahwa wanita tua dan miskin itu adalah emaknya. “Oh Si Lancang, anakku! Emak sangat
merindukanmu, nak….” Rintih emak Si Lancang. “Usirperempuan gila itu dari
kapalku.” Teriak Si Lancang. Anak buah Si Lancang mengusir emak Si Lancang
dengan kasar. Dia didorong hingga terjerembab. Dengan hati yang sedih, emak Si
Lancang pulang kegubuknya. Disepanjang jalan dia menangis. Dia tidak menyangka
anaknya akan tega berbuat seperti itukepadanya.
Sesampainya dirumah, emak Si Lancang mengambil lesung
dan nyiru pusaka. Dia memutar-mutar lesung itu dan mengipasinya dengan nyiru
pusaka sambil berkata, “Ya Tuhanku, Si Lancang telah aku lahirkan dan aku
besarkan dengan air susuku. Namun setelah menjadi orang kaya, dia tidak
mengakui diriku sebagai emaknya. Ya Tuhanku, tunjukkan kepadanya kekuasaan-Mu!”
Tiba-tiba turun hujan yang sangat lebat. Petir menggelegar
menyambar kapal Si Lancang. Gelombang Sungai Kampar menghantam kapal Si Lancang
hingga hancur berkeping-keping. Semua orang diatas kapal megah itu berteriak
kebingungan, sementara penduduk kampung berlarian menjauhi sungai. “Emaaaak….
Si Lancang anakmu pulang. Maafkan aku, maaaaak!” Terdengar sayup-sayup teriakan
Si Lancang ditengah topan dan badai. Akhirnya Si Lancang tenggelam bersama
kapalnya yang megah.
Barang-barangyang ada dikapal Si Lancang berhamburan
dihempas badai. Kain sutra yang dibawa SiLancang dalam kapalnya
melayang-layang. Kain itu lalu berlipat dan bertumpuk menjadi Negeri Lipat Kain
yang terletak di Kampar Kiri. Sebuah gong terlempar dan jatuh didekat gubuk
emak Si Lancang di Air Tiris, menjadi Sungai Ogong yang terletak di Kampar
Kanan.
Sebuah tembikar pecah dan melayang menjadi Pasubilah
yang letaknya berdekatan dengan Danau Si Lancang. Di danau itulah tiang bendera
kapal Si Lancang tegak tersisa. Bila sekali waktu tiang bendera itu tampak
muncul kepermukaan danau, maka pertanda akan terjadi banjir di Sungai Kampar.
Banjir itulah air mata Si Lancang yang menyesali perbuatannya yang durhaka
kepada emaknya.
0 komentar:
Posting Komentar