Pada suatu hari, seorang Ayah pulang dari bekerja pukul 09.00
malam. Seperti hari-hari sebelumnya, hari itu sangat melelahkan baginya.
Sesampainya dirumah ia mendapati anaknya yang berusia 8 tahun yang duduk
dikelas 2 SD sudah menunggunya didepan pintu rumah. Sepertinya ia sudah
menunggu lama. “Kok belum tidur?” sapa sang Ayah pada anaknya.
Biasanya si anak sudah lelap ketika ia pulang kerja, dan baru bangun
ketika ia akan bersiap berangkat ke kantor dipagi hari.
“Aku menunggu Papa pulang, karena aku mau tanya berapa sih gaji Papa?”,
kata sang anak.
“Lho, tumben, kok nanya gaji Papa segala? Kamu mau minta uang lagi ya?”,
jawab sang ayah.
“Ah, nggak pa, aku sekedar pengin tahu aja…” kata anaknya
“Oke, kamu boleh hitung sendiri. Setiap hari Papa bekerja sekitar 10 jam
dan dibayar Rp.400.000. Setiap bulan rata-rata dihitung 25 hari kerja.
Jadi gaji Papa satu bulan berapa, hayo?!”, tanya sang ayah.
Si anak kemudian berlari mengambil kertas dari meja belajar sementara
Ayahnya melepas sepatu dan mengambil minuman. Ketika sang Ayah ke kamar untuk
berganti pakaian, sang anak mengikutinya.
“Jadi kalau satu hari Papa dibayar Rp 400.000 untuk 10 jam, berarti satu
jam Papa digaji Rp 40.000 dong!”
“Kamu pinter, sekarang tidur ya.. sudah malam!”
Tapi sang anak tidak mau beranjak.
“Papa, aku boleh pinjam uang Rp 10.000 nggak?”
“Sudah malam nak, buat apa minta uang malam-malam begini. Sudah, besok
pagi saja. Sekarang kamu tidur”
“Tapi papa..”
“Sudah, sekarang tidur” suara sang Ayah mulai meninggi.
Anak kecil itu berbalik menuju kamarnya.
Sang Ayah tampak menyesali ucapannya. Tak lama kemudian ia menghampiri
anaknya di kamar. Anak itu sedang terisak-isak sambil memegang uang Rp 30.000.
Sambil mengelus kepala sang anak, Papanya berkata , “Maafin Papa,
ya! Kenapa kamu minta uang malam-malam begini....? Besok kan masih bisa. Jangankan
Rp.10.000, lebih dari itu juga boleh. Kamu mau pakai buat beli mainan, kan?”
“Papa, aku ngga minta uang. Aku pinjam… Nanti aku kembalikan kalau sudah
menabung lagi dari uang jajanku.”
“Iya..iya.. tapi buat apa??” tanya sang Papa.
“Aku menunggu Papa pulang hari ini dari jam 8. Aku mau ajak Papa main
ular tangga. Satu jam saja pa, aku mohon. Mama sering bilang, kalau waktu Papa
itu sangat berharga. Jadi aku mau beli waktu Papa. Aku buka tabunganku, tapi
cuma ada uang Rp 30.000. Tadi Papa bilang, untuk satu jam Papa dibayar Rp
40.000.. Karena uang tabunganku hanya Rp.30.000, dan itu tidak cukup, aku mau
pinjam Rp 10.000 dari Papa” Sang Papa cuma terdiam.
Ia kehilangan kata-kata. Ia pun memeluk erat anak kecil itu sambil
menangis. Mendengar perkataan anaknya, sang Papa langsung terdiam, ia seketika
terenyuh, kehilangan kata-kata dan menangis. Ia lalu segera merangkul sang anak yang disayanginya itu sambil menangis
dan minta maaf pada sang anak..
“Maafkan Papa sayang…” ujar sang Papa.
“Papa telah khilaf, selama ini Papa lupa untuk apa Papa bekerja keras.
Maafkan Papa anakku” kata sang Papa ditengah suara tangisnya.
Si anak hanya diam membisu dalam dekapan sang Papanya.
Saya ingin bertanya kepada Sobat saat ini..
Sebetulnya, apakah alasan Sobat untuk bekerja sangat keras dan mencari
kesuksesan karir Sobat?
Demi uang yang banyak? Atau sesungguhnya demi keluarga Sobat?
Seringkali Sobat bekerja terlalu sibuk sehingga Sobat melupakan bahwa di
akhir, keluargalah yang terpenting. Tidak ada gunanya Sobat sukses tapi pada
akhirnya keluarga Sobat telah meninggalkan Sobat atau hubungan Sobat dengan
keluarga telah rusak. Sesungguhnya, untung Sobat tersebut bicara dan komunikasi dengan orang
tuanya untuk mencurahkan perasaannya.
Sering kali, anak cenderung diam dan bahkan tidak berbicara sama sekali
tentang kondisinya kepada orang tua. Ketika ditanya mereka hanya menjawab “Tidak ada apa-apa.”
Bagaimana caranya Sobat bisa menyelesaikan masalah jikalau Sobat bahkan
tidak tahu masalahnya dimana? Hal ini sering kali terjadi pada anak dan khususnya terjadi pada anak
di masa remaja. Mereka merasa diabaikan/ditinggalkan, tidak dicintai, tidak dihargai
oleh orang tuanya sendiri.
Pertanyaan berikutnya mungkin cukup berat untuk Sobat, “Menurut Sobat, lebih baik Sobat mencintai anak Sobat atau Anak Sobat merasa
dicintai oleh Sobat?” Coba renungkan jawaban dari pertanyaan tersebut.
Semoga bermanfaat dan terimakasih.
Sumber:
0 komentar:
Posting Komentar