Sepasang suami istri yang baru saja menikah ini, hidup dengan sangat sederhana sekali bahkan bisa dikatakan selalu serba kekurangan, sebut saja nama mereka Pardi dan Lastri. Dengan hanya mampu mendiami satu kamar kontrakan sempit yang selalu mereka bayar tiap bulan, mereka memutuskan untuk mencoba mandiri dan menjalani hidup apa adanya, baik senang maupun susah, dengan berlalunya waktu, roda kehidupanpun berputar, hingga sepasang suami istri inipun dikaruniai 2 pasang bidadari kecil yang manis-manis dan lucu, sebagai seorang ayah kebanyakan, pastilah kecerian anak adalah sebagai obat jenuh dan pelipur lara, bahkan dalam keadaan letih yang luar biasa sekalipun, pastilah letih itu akan sirna dengan sekejap, tak kala, bagi seorang ayah ketika kembali kerumah dari sepulang kerja, disambut riang celoteh anak dengan wajah-wajah mereka yang lucu berseri.
Sebagai seorang istri, Lastri selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi kedua anaknya tercinta dan untuk suaminya Pardi, ya sebagai istri, Lastri selalu berusaha semampunya menjadi seorang istri yang berbakti, dan begitu juga dengan Pardi, siang malam banting tulang memeras keringan demi satu pengharapan, yaitu menjadi kepala rumah tangga yang bisa bertanggungjawab untuk meraih keberhasilan dalam merubah nasibnya, dan tentu tekad itu untuk masa depan anak-anaknya kelak, agar tidak susah seperti orangtuanya, hingga Pardi selalu berusaha sekuat tenaga, siang dan malam bekerja demi untuk merubah kehidupannya agar menjadi lebih layak lagi dan sukses.
Beberapa tahun berselang, usaha yang terus digeluti Pardi baik siang atau malam dengan tekun dan kerja keras mulai membuahkan hasil, hingga usahanya berkembang bahkan lebih dari itu. Pardi yang dulu benar-benar seorang pemuda yang memulai hidupnya dari nol besar dan sangat serba kekurangan bersama istri dan dua buah hati hasil cinta mereka, yang kadang Pardi bisa menahan lapar seharian asal demi sang istri dan anak bisa makan walau dalam satu piring saja, kini Pardi telah berubah menjadi sosok yang sangat berhasil, baginya kini harta adalah bukan lagi suatu benda dunia yang sulit didapat, ya Pardi telah menjelma menjadi seorang yang serba kecukupan dan sangat-sangat mapan.
Mungkin mengenai satu pepatah seperti, tua-tua keladi semakin tua semakin jadi, ada benarnya, karena bagi seorang lelaki perubahan fisik tak begitu kentara, selama dia bisa merawat tubuhnya dan selalu hidup sehat dan bersih walau semakin nambah usia, terkadang tidak akan terlihat perbedaan, terlebih lagi didukung kemakmuran finansial, apapun barangkali bisa didapatkan bagi lelaki yang sudah menjelma seperti ini, namun justru keadaan bisa terbalik bagi seorang wanita ibu rumah tangga biasa yang selalu hidup sederhana walau dikelilingi kemewahan, terkadang kepentingan untuk dirinya pribadi selalu diabaikan, mungkin karena telah lelah letih dalamkesehariannya, untuk mengurusi anak-anak dan suami tercinta, baik disadari atau tidak, membuat perubahan drastis pada fisik seorang wanita, terlebih lagi apabila wanita ini sudah menurunkan anak dan tidakbegitu pandai dalam berbenah diri atau bersolek layaknya wanita wanita kota, maka? Ya itulah yang terjadi yang dulunya cantik, manis dan menarik kini berubah menjadi satu sosok yang membosankan, gemuk dan tak menarik lagi, banyak permasalahan rumah tangga yang terpicu karena masalah ini, sebetulnya terlihat sepele tapi tak sedikit bahtera rumah tangga kandas dan hancur, jadi bagi kaum hawa dimana pun anda berada satu pesan dari Ergi, suami dan anak memang nomor satu, tapi merawat tubuh dan badan agar tetap tampil cantik dihadapan suami juga tak kalah penting.. inget yah…. jangan sampai ada virus datang dari luar menggoda keharmonisan rumah tangga kalian yang sudah terjalin lama.
Back to story….
Dan karena hal ini lah cobaan tengah melanda kehidupan rumah tangga Lastri dan Pardi, memang setiap hidup pasti cobaan akan datang silih berganti, terlebih dalam menjalani rumah tanggapun demikian, cobaan dan godaan selalu saja ada datang, hanya saja tinggal bagaimana kita menyikapinya dan mencari jalan keluar dari setiap permasalahan tersebut, karena tidak ada satupun cobaan yang datang kecuali kita tidak sanggup menghadapinya, kehidupan rumah tangga Lastri dan Pardi semakin lama semakin hambar dan memburuk, walau kini dipenuhi gelimangan harta benda,entah bagaimana asal muasalnya hingga jadi seperti itu.
Lastri merasa asing dirumahnya sendiri, dia merasa putus asa dan tidak tahu harus berbuat apa lagi untuk suaminya yang tak pernah terbuka, kehangatan yang dulu selalu ia rasakan diantara keluarga terlebih dari suami, seakan sirna menghilang tanpa bekas, hampir disetiap malam-malamnya Lastri selalu kesepian dan meneteskan air mata. Lastri merindukan waktu-waktu dulu saat dia masih dalam keadaan serba kekurangan, hatinya berkata, lebih baik aku sengsara seperti dulu, daripada aku menjalani hidup berlimpah harta tapi hatiku hampa… begitulah kira kira.
Namun disatu sisi, Pardi pun membatin samadidalam dirinya, karena Pardi bukannya tidak sangat mencintai Lastri apa adanya, namun didalam hati kecilnya, Pardi berteriak aku sudah jenuh, aku bosan, kau sudah terlalu banyak berubah, jadilah istriku yangcantik dan harum seperti dulu, rawatlah aku dan manjakanlah aku… ya Pardi sebenarnya memiliki pemikiran batin yang sama, dia berharap agar istrinya jangan menjadi lupa, bahwa engkau walau sudah menurunkan anak anak bagiku, tapi engkau jangan lupa aku adalah lelaki, maka sambutlah aku dengan keindahan cantik dirimu dan harumnya tubuhmu yang selalu aku dambakan seperti saat kita berjumpa dulu, namun kini tak pernah aku dapatkan lagi.... begitulah kira-kira
Namun tidak keterbukaan sudah terlalu semakin kuat menghalang-halangi permasalahan yang telah mengganggu keharmonisan dalam bahtera rumah tangga Pardi dan Lastri, semakin hari Pardi semakin menjauh, begitupun Lastri terbelenggu dan berkutat dalam kesedihannya, Pardi banyak menghabiskan waktunya diluar untuk membuang rasa penat dan jenuh dalam menghibur dirinya, kalau dulu lugu dan keceriaan dari anak-anaknya mampu meredam rasa itu, kini tidak didapat oleh Pardi, karena anak-anaknya kini sudah beranjak remaja.
Seorang sekretaris yang muda dan cantik yang berkerja ditempat usaha Pardi kerap kali menjadi teman bicara mengenai kegundahan rumah tangga oleh Pardi, disinilah akhirnya tumbuh bisikan-bisikan yang akan semakin menghancurkan kokohnya tiang bahtera rumah tangga Lastri. Hingga pada suatu malam, entah bagaimana ceritanya Pardi pulang dan memanggil istrinya Lastri, lalu dia berkata "Lastri aku meminta izin padamu, kalau aku akan menikah lagi dengan ……….. Bagaimana? Apakah kau mengizinkan aku untuk menikah lagi?" Lastri bagai tersambar petir saat mendengar kata-kata suaminya yang sama sekali bukan kata-kata yang dia harapkan malam itu, Lastri tertunduk lesu, namun Lastri tetap menjawab dengan lidahnya yang kelu. "Kalau mas merasa ingin menikah lagi, ya terserah mas aja.. Aku ikhlas kok kalau harus dimadu." Seraya pergi meninggalkan Pardi diruangan rumah itu sendiri, apa yang diucapkan Lastri, dianggap oleh Pardi bahwa Lastri telah mengizinkannya untuk menikah lagi, selepas berbicara dengan Lastri mengenai maksudnya untuk menikah lagi, Pardi pun segera meninggalkan rumahnya malam itu juga entah kemana.
Di dalam kamar, Lastri ternyata bercucuran air mata tanpa bersuara, hatinya merasa hancur lebur tak karuan, dia tidak ingin anak-anaknya mengetahui prahara hubungan dirinya dan ayah mereka yang diambang kehancuran. Lastri terdiam lama.. termenung, tak lama berselang menangislagi begitu dan begitu, walau mulutnya berkata ikhas namun hatinya tidak sanggup untuk menerimanya, malam itu kehancuran total dalam hidup Lastri menjadi satu merasuk dalam hati membuat keteguhan imannya melemah dari bisikan setan yang mulai menyerang pikirannya dari segala arah.
Diam-diam sebenarnya anak-anak merekapun sudah mengetahui mengenai bagaimana kini sang ayah dan ibu tengah ada masalah, namun sebagai anak-anak yang masih diusia tanggung apa yang bisa mereka perbuat?
Hingga pada suatu saat, pada hari besar itu, saat Pardi beberapa hari lagi menyelenggarakan pesta besar pernikahan dengan mantan sekretarisnya yang kini telah dipinang nya untuk menjadi istri, dengan ceria, mereka merencanakan pesta besar dua hari dua malam di kediaman calon si istri muda, betapa kejamnya Pardi, beberapa hari sebelumnya, surat undangan mereka yang disebar, bahkan sampai kepada kerabat dekat, saudara juga kedua orangtua dari Lastri, bahkan Lastri sendiripun menerima undangan tersebut, ya kartu undangan berwarna coklat hati itu adalah undangan pernikahan Pardi, beberapa kerabat dan orangtua Lastri menyarankan agar Lastri bercerai saja, namun selalu ditolak oleh Lastri dengan alasan kasihan anak-anak, namun keluarga Lastri yang merasakan sebuah situasi rasa yang tidak mengenakan itu, tidak bisa berkata apa apa, toh karena Lastri sendiripun telah mengizinkan juga suaminya untuk menikah lagi.
Hingga pada hari H itu datang, Lastri yang kala itu tengah berkumpul disebuah ruangan keluarga dengan saudara, beberapa kerabat dan anak-anaknya yang tengah asyik memakan rujak mangga, kala itu tiba tiba pamit untuk berganti pakaian, namun anehnya lama tak kunjung juga keluar dari kamarnya, hingga salah satu dari anaknya menyusul kedalam kamar, namun apa yang terjadi, anaknya menjerit histeris tak kala menyaksikan sang ibu yang tadi baru saja tertawa-tawa dan bercanda diruang keluarga sambil menikmati rujak mangga itu kini dengan pakaiannya yang dulu pernah dipakai dalam acara pernikahan Lastriyang setidaknya pernah membuatnya bangga dan gembira bersama pardi melekat ditubuh Lastri yang telah tergantung dikamarnya dengan lidah yang menjulur. Dimeja rias Lastri, ditemukan sepucuk surat berisi,
"Aku memang mengizinkanmu sayang, tapi bukan berarti aku mengikhlaskan keinginanmu. Aku selalu merindukan hidup kita yang dulu selalu menderita, saat kita bersama-sama berharap agar kita bisa hidup layak
Kini doa dan harapan kita terlaksana sudah, namun kenapa aku menjelma menjadi seorang wanita yang tengah berputus asa sayang!! Salah apakah diriku?? Sengaja aku meninggalkanmu dihari ini sayang, hari disaat kau dalam suasana bersuka cita, biarlah aku yang akan pergi dengan membawa hati yang terluka, Agar kau akan selalu teringat betapa tersiksanya hatiini sayang ku
Selamat tinggal kekasihku…
Anak-anakku maafkan ibu…"
Kematian Lastri yang sama sekali tidak pernah diduga akan seperti ini dilakukan oleh Lastri, membuat anak-anaknya dan kedua orang tuanya menyisakan rasa duka yang dalam karena dimata mereka Lastri adalah sosok yang tekun kerap beribadah, dalam waktu singkat kabar kematian Lastri pun mengundang para aparat datang ketempat kejadian perkara, dan begitupun Pardi, yang kala itu tengah berada disinggasana pestanya bak tersambar petir, setelah mendapat kabar via telpon dari keluarga Lastrimengenai istrinya yang telah tiada, sontak langsung membuat Pardi tanpabanyak bicara meninggalkan pesta pernikahan nya dan langsung membawa mobilnya kembali kerumah yang didiami oleh mereka, tentunya istrinya, Lastri dan anak-anak buah cinta mereka berdua.
Kala itu rumah yang cukup megah itu, ya rumah yang telah lama menyimpan dan merekam beribu kisah suka dan senang, tawa dan canda berikut bermacam aktivitas antara kisah Lastri dan Pardi dalam membina bahtera rumah tangga, terlihat ramai dipenuhi warga sekitar, dengan mata yang berlinang air mata dan dada yang terasa semakin sesak, Pardi menerobos kerumunan manusia yang tengah memadati rumah bagusnya itu, tanpa mempedulikan dan menghiraukan tatapan-tatapan sinis dari setiap orang yang menyadari kedatangan Pardi yang mereka anggap sebagai penyebab meninggalnya Lastri itu.
Diruang tengah itu, ruang yang biasanya dulu sebagai tempat mereka bercengkrama dan bercanda bersama anak-anak mereka, terlihat terbujur kaku satu jasad wanita yang terlihat memucat dan terlihat juga bekas melingkar jeratan dileher yang telah membiru. Pardi menangis sejadi-jadinya, meraung-raung memeluk tubuh istrinya yang telahlemas terkulai dan tak bernyawa itu sambil berteriak teriak “Lastri kalau kamu memang tak mengizinkan aku untuk menikah… aku tak akan menikah lagi!!! Kenapa sekarang jadi begini lastriiiiii…….??? Kenapa tak kau bilang padaku kalau kau tak ingin aku menikah lagi....??? kenapa kau tak bilang……????" Terus pardi sambil menangis meraung-raung sambil memeluki jenazah istrinya yang kala itu mengenakan pakaian pengantin yang dulu mereka pakai saat menikah, tubuh Lastri yang diguncang-guncanghebat oleh Pardi, hanya bisa terdiam kaku, wajahnya yang masih sedikit memancarkan kehidupan, yang rupanya Lastri telah bersolek, sebelum memutuskan mengakhiri hidupnya dengan menggantung diri, terlihat sangat cantik dibalut gaun pengantin itu, namun kini gaun yang dipakai terakhirkali oleh Lastri itu bukan untuk gaun kebahagian tapi gaun yang dipakai saat detik-detik Lastri untuk mengambil satu keputusan besarnya…. Ya untuk terakhir kalinya Lastri mengingat masa indahnya dulu bersama Pardi sang pujaan hatinya yang kini telah membuat hatinya terluka.
Begitulah sob kisah Pardi dan Lastri rumah megah mereka kini kosong tak berisi, anak-anak Pardi dan Lastri kini mereka ikut dengan nenek dan kakeknya Lastri yang bermukim tak jauh dari tempat berkerja Ergi dulu, disebuah pabrik kimia dibilangan keragilan diujung Serang, Banten.
Semenjak rumah itu kosong kerap kali warga sekitar melihat penampakan Lastri yang tengah mengenakan gaun pengantinnya dan berdiri didalam remang kegelapan rumah mewahnya yang telah lama kosong dengan suara tangisannya yang selalu menyayat hati siapapun yang mendengarnya.
Itu salah satu fenomena yang kerap dilihat dan didengar oleh orang-orang sekitar, namun semenjak kepergian Lastri, Pardi pun sering sekali melamun karena surat terakhir dari Lastri yang dibaca oleh Pardi kala itu, membuat hati dan jiwanya terguncang, tempat usaha yang jarang dikontrol olehnya, kini telah menjadi bangkrut dan beralih tangan keorang lain, tentu saja dengan keadaan yang sedemikian rupa, si istri muda yang cantiknya itu tak berlama lama lagi langsung meninggalkan Pardi seorang diri, kini Pardi lebih banyak melamun, dan berdiam diri dirumah kedua orang tuanya, hingga akhirnya tak beberapa lama terdengar kabar Pardi pun meninggal dunia dikarena sakit komplikasi yang mendera dirinya, mungkin karena disebabkan kekurangan asupan makanan dan kurangnya istirahat, terlebih stress yang mengguncang dirinya salah satu faktor terbesar. Hancur total semuanya kisah mereka. Mereka berdua hanya menyisakan sepasang anak yang kini telah tumbuh menjadi sepasang anak yatim dan piatu.... Astagfirullahhal'adzim…
Begitulah kisah Pardi dan Lastri, sangat ironis dan mengenaskan. Islam memang membolehkan berpoligami, tapi sekali lagi tidak semudah itu, sumpah sajatidak segampang yang kita kira. Bukan hanya karena alasan sepele, seperti ingin menyalurkan syahwat, kejenuhan, bosan, lalu beralasan menghindari perbuatan zina, terus mengambil sikap untuk berpoligami… sumpah tidak seperti itu… dan berpoligami juga bukan untuk membuat anak menjadi yatim piatu, lalu seperti apa??? Nah untuk urusan ini, cari sendiri deh ilmunya dan kaji lagi lebih dalam lagi.... oke? Masalahnya Ergi cuma mampu menjadi sebagai penulis cerita.
^^^^ TAMAT ^^^^
Karangan:
Ergi Harry
Sebagai seorang istri, Lastri selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi kedua anaknya tercinta dan untuk suaminya Pardi, ya sebagai istri, Lastri selalu berusaha semampunya menjadi seorang istri yang berbakti, dan begitu juga dengan Pardi, siang malam banting tulang memeras keringan demi satu pengharapan, yaitu menjadi kepala rumah tangga yang bisa bertanggungjawab untuk meraih keberhasilan dalam merubah nasibnya, dan tentu tekad itu untuk masa depan anak-anaknya kelak, agar tidak susah seperti orangtuanya, hingga Pardi selalu berusaha sekuat tenaga, siang dan malam bekerja demi untuk merubah kehidupannya agar menjadi lebih layak lagi dan sukses.
Beberapa tahun berselang, usaha yang terus digeluti Pardi baik siang atau malam dengan tekun dan kerja keras mulai membuahkan hasil, hingga usahanya berkembang bahkan lebih dari itu. Pardi yang dulu benar-benar seorang pemuda yang memulai hidupnya dari nol besar dan sangat serba kekurangan bersama istri dan dua buah hati hasil cinta mereka, yang kadang Pardi bisa menahan lapar seharian asal demi sang istri dan anak bisa makan walau dalam satu piring saja, kini Pardi telah berubah menjadi sosok yang sangat berhasil, baginya kini harta adalah bukan lagi suatu benda dunia yang sulit didapat, ya Pardi telah menjelma menjadi seorang yang serba kecukupan dan sangat-sangat mapan.
Mungkin mengenai satu pepatah seperti, tua-tua keladi semakin tua semakin jadi, ada benarnya, karena bagi seorang lelaki perubahan fisik tak begitu kentara, selama dia bisa merawat tubuhnya dan selalu hidup sehat dan bersih walau semakin nambah usia, terkadang tidak akan terlihat perbedaan, terlebih lagi didukung kemakmuran finansial, apapun barangkali bisa didapatkan bagi lelaki yang sudah menjelma seperti ini, namun justru keadaan bisa terbalik bagi seorang wanita ibu rumah tangga biasa yang selalu hidup sederhana walau dikelilingi kemewahan, terkadang kepentingan untuk dirinya pribadi selalu diabaikan, mungkin karena telah lelah letih dalamkesehariannya, untuk mengurusi anak-anak dan suami tercinta, baik disadari atau tidak, membuat perubahan drastis pada fisik seorang wanita, terlebih lagi apabila wanita ini sudah menurunkan anak dan tidakbegitu pandai dalam berbenah diri atau bersolek layaknya wanita wanita kota, maka? Ya itulah yang terjadi yang dulunya cantik, manis dan menarik kini berubah menjadi satu sosok yang membosankan, gemuk dan tak menarik lagi, banyak permasalahan rumah tangga yang terpicu karena masalah ini, sebetulnya terlihat sepele tapi tak sedikit bahtera rumah tangga kandas dan hancur, jadi bagi kaum hawa dimana pun anda berada satu pesan dari Ergi, suami dan anak memang nomor satu, tapi merawat tubuh dan badan agar tetap tampil cantik dihadapan suami juga tak kalah penting.. inget yah…. jangan sampai ada virus datang dari luar menggoda keharmonisan rumah tangga kalian yang sudah terjalin lama.
Back to story….
Dan karena hal ini lah cobaan tengah melanda kehidupan rumah tangga Lastri dan Pardi, memang setiap hidup pasti cobaan akan datang silih berganti, terlebih dalam menjalani rumah tanggapun demikian, cobaan dan godaan selalu saja ada datang, hanya saja tinggal bagaimana kita menyikapinya dan mencari jalan keluar dari setiap permasalahan tersebut, karena tidak ada satupun cobaan yang datang kecuali kita tidak sanggup menghadapinya, kehidupan rumah tangga Lastri dan Pardi semakin lama semakin hambar dan memburuk, walau kini dipenuhi gelimangan harta benda,entah bagaimana asal muasalnya hingga jadi seperti itu.
Lastri merasa asing dirumahnya sendiri, dia merasa putus asa dan tidak tahu harus berbuat apa lagi untuk suaminya yang tak pernah terbuka, kehangatan yang dulu selalu ia rasakan diantara keluarga terlebih dari suami, seakan sirna menghilang tanpa bekas, hampir disetiap malam-malamnya Lastri selalu kesepian dan meneteskan air mata. Lastri merindukan waktu-waktu dulu saat dia masih dalam keadaan serba kekurangan, hatinya berkata, lebih baik aku sengsara seperti dulu, daripada aku menjalani hidup berlimpah harta tapi hatiku hampa… begitulah kira kira.
Namun disatu sisi, Pardi pun membatin samadidalam dirinya, karena Pardi bukannya tidak sangat mencintai Lastri apa adanya, namun didalam hati kecilnya, Pardi berteriak aku sudah jenuh, aku bosan, kau sudah terlalu banyak berubah, jadilah istriku yangcantik dan harum seperti dulu, rawatlah aku dan manjakanlah aku… ya Pardi sebenarnya memiliki pemikiran batin yang sama, dia berharap agar istrinya jangan menjadi lupa, bahwa engkau walau sudah menurunkan anak anak bagiku, tapi engkau jangan lupa aku adalah lelaki, maka sambutlah aku dengan keindahan cantik dirimu dan harumnya tubuhmu yang selalu aku dambakan seperti saat kita berjumpa dulu, namun kini tak pernah aku dapatkan lagi.... begitulah kira-kira
Namun tidak keterbukaan sudah terlalu semakin kuat menghalang-halangi permasalahan yang telah mengganggu keharmonisan dalam bahtera rumah tangga Pardi dan Lastri, semakin hari Pardi semakin menjauh, begitupun Lastri terbelenggu dan berkutat dalam kesedihannya, Pardi banyak menghabiskan waktunya diluar untuk membuang rasa penat dan jenuh dalam menghibur dirinya, kalau dulu lugu dan keceriaan dari anak-anaknya mampu meredam rasa itu, kini tidak didapat oleh Pardi, karena anak-anaknya kini sudah beranjak remaja.
Seorang sekretaris yang muda dan cantik yang berkerja ditempat usaha Pardi kerap kali menjadi teman bicara mengenai kegundahan rumah tangga oleh Pardi, disinilah akhirnya tumbuh bisikan-bisikan yang akan semakin menghancurkan kokohnya tiang bahtera rumah tangga Lastri. Hingga pada suatu malam, entah bagaimana ceritanya Pardi pulang dan memanggil istrinya Lastri, lalu dia berkata "Lastri aku meminta izin padamu, kalau aku akan menikah lagi dengan ……….. Bagaimana? Apakah kau mengizinkan aku untuk menikah lagi?" Lastri bagai tersambar petir saat mendengar kata-kata suaminya yang sama sekali bukan kata-kata yang dia harapkan malam itu, Lastri tertunduk lesu, namun Lastri tetap menjawab dengan lidahnya yang kelu. "Kalau mas merasa ingin menikah lagi, ya terserah mas aja.. Aku ikhlas kok kalau harus dimadu." Seraya pergi meninggalkan Pardi diruangan rumah itu sendiri, apa yang diucapkan Lastri, dianggap oleh Pardi bahwa Lastri telah mengizinkannya untuk menikah lagi, selepas berbicara dengan Lastri mengenai maksudnya untuk menikah lagi, Pardi pun segera meninggalkan rumahnya malam itu juga entah kemana.
Di dalam kamar, Lastri ternyata bercucuran air mata tanpa bersuara, hatinya merasa hancur lebur tak karuan, dia tidak ingin anak-anaknya mengetahui prahara hubungan dirinya dan ayah mereka yang diambang kehancuran. Lastri terdiam lama.. termenung, tak lama berselang menangislagi begitu dan begitu, walau mulutnya berkata ikhas namun hatinya tidak sanggup untuk menerimanya, malam itu kehancuran total dalam hidup Lastri menjadi satu merasuk dalam hati membuat keteguhan imannya melemah dari bisikan setan yang mulai menyerang pikirannya dari segala arah.
Diam-diam sebenarnya anak-anak merekapun sudah mengetahui mengenai bagaimana kini sang ayah dan ibu tengah ada masalah, namun sebagai anak-anak yang masih diusia tanggung apa yang bisa mereka perbuat?
Hingga pada suatu saat, pada hari besar itu, saat Pardi beberapa hari lagi menyelenggarakan pesta besar pernikahan dengan mantan sekretarisnya yang kini telah dipinang nya untuk menjadi istri, dengan ceria, mereka merencanakan pesta besar dua hari dua malam di kediaman calon si istri muda, betapa kejamnya Pardi, beberapa hari sebelumnya, surat undangan mereka yang disebar, bahkan sampai kepada kerabat dekat, saudara juga kedua orangtua dari Lastri, bahkan Lastri sendiripun menerima undangan tersebut, ya kartu undangan berwarna coklat hati itu adalah undangan pernikahan Pardi, beberapa kerabat dan orangtua Lastri menyarankan agar Lastri bercerai saja, namun selalu ditolak oleh Lastri dengan alasan kasihan anak-anak, namun keluarga Lastri yang merasakan sebuah situasi rasa yang tidak mengenakan itu, tidak bisa berkata apa apa, toh karena Lastri sendiripun telah mengizinkan juga suaminya untuk menikah lagi.
Hingga pada hari H itu datang, Lastri yang kala itu tengah berkumpul disebuah ruangan keluarga dengan saudara, beberapa kerabat dan anak-anaknya yang tengah asyik memakan rujak mangga, kala itu tiba tiba pamit untuk berganti pakaian, namun anehnya lama tak kunjung juga keluar dari kamarnya, hingga salah satu dari anaknya menyusul kedalam kamar, namun apa yang terjadi, anaknya menjerit histeris tak kala menyaksikan sang ibu yang tadi baru saja tertawa-tawa dan bercanda diruang keluarga sambil menikmati rujak mangga itu kini dengan pakaiannya yang dulu pernah dipakai dalam acara pernikahan Lastriyang setidaknya pernah membuatnya bangga dan gembira bersama pardi melekat ditubuh Lastri yang telah tergantung dikamarnya dengan lidah yang menjulur. Dimeja rias Lastri, ditemukan sepucuk surat berisi,
"Aku memang mengizinkanmu sayang, tapi bukan berarti aku mengikhlaskan keinginanmu. Aku selalu merindukan hidup kita yang dulu selalu menderita, saat kita bersama-sama berharap agar kita bisa hidup layak
Kini doa dan harapan kita terlaksana sudah, namun kenapa aku menjelma menjadi seorang wanita yang tengah berputus asa sayang!! Salah apakah diriku?? Sengaja aku meninggalkanmu dihari ini sayang, hari disaat kau dalam suasana bersuka cita, biarlah aku yang akan pergi dengan membawa hati yang terluka, Agar kau akan selalu teringat betapa tersiksanya hatiini sayang ku
Selamat tinggal kekasihku…
Anak-anakku maafkan ibu…"
Kematian Lastri yang sama sekali tidak pernah diduga akan seperti ini dilakukan oleh Lastri, membuat anak-anaknya dan kedua orang tuanya menyisakan rasa duka yang dalam karena dimata mereka Lastri adalah sosok yang tekun kerap beribadah, dalam waktu singkat kabar kematian Lastri pun mengundang para aparat datang ketempat kejadian perkara, dan begitupun Pardi, yang kala itu tengah berada disinggasana pestanya bak tersambar petir, setelah mendapat kabar via telpon dari keluarga Lastrimengenai istrinya yang telah tiada, sontak langsung membuat Pardi tanpabanyak bicara meninggalkan pesta pernikahan nya dan langsung membawa mobilnya kembali kerumah yang didiami oleh mereka, tentunya istrinya, Lastri dan anak-anak buah cinta mereka berdua.
Kala itu rumah yang cukup megah itu, ya rumah yang telah lama menyimpan dan merekam beribu kisah suka dan senang, tawa dan canda berikut bermacam aktivitas antara kisah Lastri dan Pardi dalam membina bahtera rumah tangga, terlihat ramai dipenuhi warga sekitar, dengan mata yang berlinang air mata dan dada yang terasa semakin sesak, Pardi menerobos kerumunan manusia yang tengah memadati rumah bagusnya itu, tanpa mempedulikan dan menghiraukan tatapan-tatapan sinis dari setiap orang yang menyadari kedatangan Pardi yang mereka anggap sebagai penyebab meninggalnya Lastri itu.
Diruang tengah itu, ruang yang biasanya dulu sebagai tempat mereka bercengkrama dan bercanda bersama anak-anak mereka, terlihat terbujur kaku satu jasad wanita yang terlihat memucat dan terlihat juga bekas melingkar jeratan dileher yang telah membiru. Pardi menangis sejadi-jadinya, meraung-raung memeluk tubuh istrinya yang telahlemas terkulai dan tak bernyawa itu sambil berteriak teriak “Lastri kalau kamu memang tak mengizinkan aku untuk menikah… aku tak akan menikah lagi!!! Kenapa sekarang jadi begini lastriiiiii…….??? Kenapa tak kau bilang padaku kalau kau tak ingin aku menikah lagi....??? kenapa kau tak bilang……????" Terus pardi sambil menangis meraung-raung sambil memeluki jenazah istrinya yang kala itu mengenakan pakaian pengantin yang dulu mereka pakai saat menikah, tubuh Lastri yang diguncang-guncanghebat oleh Pardi, hanya bisa terdiam kaku, wajahnya yang masih sedikit memancarkan kehidupan, yang rupanya Lastri telah bersolek, sebelum memutuskan mengakhiri hidupnya dengan menggantung diri, terlihat sangat cantik dibalut gaun pengantin itu, namun kini gaun yang dipakai terakhirkali oleh Lastri itu bukan untuk gaun kebahagian tapi gaun yang dipakai saat detik-detik Lastri untuk mengambil satu keputusan besarnya…. Ya untuk terakhir kalinya Lastri mengingat masa indahnya dulu bersama Pardi sang pujaan hatinya yang kini telah membuat hatinya terluka.
Begitulah sob kisah Pardi dan Lastri rumah megah mereka kini kosong tak berisi, anak-anak Pardi dan Lastri kini mereka ikut dengan nenek dan kakeknya Lastri yang bermukim tak jauh dari tempat berkerja Ergi dulu, disebuah pabrik kimia dibilangan keragilan diujung Serang, Banten.
Semenjak rumah itu kosong kerap kali warga sekitar melihat penampakan Lastri yang tengah mengenakan gaun pengantinnya dan berdiri didalam remang kegelapan rumah mewahnya yang telah lama kosong dengan suara tangisannya yang selalu menyayat hati siapapun yang mendengarnya.
Itu salah satu fenomena yang kerap dilihat dan didengar oleh orang-orang sekitar, namun semenjak kepergian Lastri, Pardi pun sering sekali melamun karena surat terakhir dari Lastri yang dibaca oleh Pardi kala itu, membuat hati dan jiwanya terguncang, tempat usaha yang jarang dikontrol olehnya, kini telah menjadi bangkrut dan beralih tangan keorang lain, tentu saja dengan keadaan yang sedemikian rupa, si istri muda yang cantiknya itu tak berlama lama lagi langsung meninggalkan Pardi seorang diri, kini Pardi lebih banyak melamun, dan berdiam diri dirumah kedua orang tuanya, hingga akhirnya tak beberapa lama terdengar kabar Pardi pun meninggal dunia dikarena sakit komplikasi yang mendera dirinya, mungkin karena disebabkan kekurangan asupan makanan dan kurangnya istirahat, terlebih stress yang mengguncang dirinya salah satu faktor terbesar. Hancur total semuanya kisah mereka. Mereka berdua hanya menyisakan sepasang anak yang kini telah tumbuh menjadi sepasang anak yatim dan piatu.... Astagfirullahhal'adzim…
Begitulah kisah Pardi dan Lastri, sangat ironis dan mengenaskan. Islam memang membolehkan berpoligami, tapi sekali lagi tidak semudah itu, sumpah sajatidak segampang yang kita kira. Bukan hanya karena alasan sepele, seperti ingin menyalurkan syahwat, kejenuhan, bosan, lalu beralasan menghindari perbuatan zina, terus mengambil sikap untuk berpoligami… sumpah tidak seperti itu… dan berpoligami juga bukan untuk membuat anak menjadi yatim piatu, lalu seperti apa??? Nah untuk urusan ini, cari sendiri deh ilmunya dan kaji lagi lebih dalam lagi.... oke? Masalahnya Ergi cuma mampu menjadi sebagai penulis cerita.
^^^^ TAMAT ^^^^
Karangan:
Ergi Harry
0 komentar:
Posting Komentar